Beranda » Arsip Tag:keji

Arsip Tag:keji

2. JAWAB Fitnah dengan Fakta

AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM ?

Para pembenci wahabi mengatakan Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi.

Jawaban :

Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asma’ wa shifat sangat jelas mengimani nama dan sifat Alloh yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang shohih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupa’an).

(Lihat Syarh Aqidah Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hlm. 22-24, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan dalam aqidah beliau tersebut, “Saya tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat Makhluk-Nya karena tidak ada yang serupa denganNya”).

Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [Q.S asy-Syuro: 11].

Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata :

نُشْبِتُ هَذِهِ الصِّفَاتِ الَّتِي جَاءَ بِهَا الْقُرْآنُ، وَوَرَدَتْ بِهَا السُّنَّةُ، وَنَنْفِي التَّشْبِيْهَ عَنْهُ كَمَا نَفَى عَنْ نَفْسِهِ، فَقَالَ : لَيْسَ كَمِشْلِهِ شَيْئٌ

“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Alloh meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ [Q.S Asy-Syuro : 11].

(Thobaqot Hanabilah Kar. Al-Qodhi Ibnu Abi Ya’la : 1/283-284, Siyar A’lam Nubala’ Kar. Adz-Dzahabi: 3/3293, Manaqib Aimmah Arba’ah kar. Ibnu Abdil Hadi hlm. 121, I’tiqad Imam Syafi’i kar. Al-Hakkari hlm 21).

Tidak merasa aneh dengan tuduhan tersebut, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu.

Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata : “Seluruh Ahlus Sunnah telah sepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan bagaimananya / bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).” (Mukhtashar Al-‘Uluw hal. 278-279).

Al Imam Abu Hatim ar-Rozi mengataka : “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahli Sunnal Wal Jama’ah kar. Al-Lalikai 1/204, Dzammul Kalam kar. Al-Harowi: 4/390).

Ishaq bin Rohawaih mengatakan : “Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (menidakan/mengingkari sifat bagi Alloh).” (Syarah ushul I’tiqad kar. Al-Lalikai: 937, Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah kar. Ibnu Abi Izzi Al-Hanafi: 1/85).

PEMBAGIAN TAUHID BID’AH ?

Para pembenci wahabi mengatakan : Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyata’an yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir.

Jawaban :

Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga : Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang seksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi.

Pembagian ini bukanlah perkara baru (bid’ah), Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad menulis sebuah kitab berjudul Al-Qaulus Sadid fir Roddi ‘ala Man Ankaro Taqsima Tauhid (Bantahan Bagus Terhadap Para Pengingkar Pembagian Tauhid) Dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama salaf yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini termasuk perkara bid’ah.

Pembagian tauhid menjadi tiga berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga : isim, fill, dan huruf. (Lihat At-Tahdzir min Mukhtashorot Ash-Shobuni fi Tafsir. Hlm 331 –Ar-Rudud- oleh Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adhwaul Bayan kar. Imam Asy-Syinqithi : 3/488-493).

Banyak sekali ayat-ayat yang menggabung tiga macam tauhid ini bagi orang yang mau mencermatinya, seperti firman Alloh :

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” [Maryam/19: 65]

Firman-Nya : “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya” menunjukkan tauhid asma’ wa shifat. (Al-Mawahib ar-Rabbaniyyah min al-Ayat al-Qur’aniyyah kar. Syaikh Abdurrohman as-Sa’di him. 60).

Jika kita jeli, surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini. (Min Kunuz al-Qur’an al-Karim kar. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad: 1/149).

Syaikh Hammad al-Anshori berkata, “Alloh membuka kitab-Nya dengan Surah al-Fatihah yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.” (AI-Majmu’ fi Tarjamah Muhaddits Hammad al-Anshari: 2/531).

Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian tauhid ini.

Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H).

Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah ?.

CELA’AN SULAIMAN BIN ABDUL WAHHAB KEPADA SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB

Para pembenci wahabi mengatakan : Karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat secara umum.

Jawaban :

Benar, tidak dipungkiri bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, kakak Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau.

Perlu di ingat, bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq.

Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para sahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka ?! Kisah Nabi Nuh Alaihissallam dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim Alaihissallam dan ayahnya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid,

Mayoritas ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu Ghonnam (Tarikh Nejed : 1/143), Ibnu Bisyr (Unwan Majd hlm. 65), Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir (Dalam makalahnya “Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh Muftaro ‘Alaihi” dimuat dalam Majalah Buhuts Islamiyyah, edisi 60/Tahun 1421 H), dan sebagainya.

Apakah hal ini diketahui oleh musuh-musuh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ?!

Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka ?!

Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi : “Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya Alloh memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.” (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum hlm. 48-50).

SELANJUTNYA …