Beranda » Arsip Tag:Ibadah yang diterima

Arsip Tag:Ibadah yang diterima

Yakin, ibadah anda diterima …?

🔥 Yakin, ibadah anda diterima …?

✍️ Allah mengingatkan tentang adanya orang-orang yang menyangka telah baik dan benar amalannya, padahal kenyataannya tidak demikian.

قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِینَ أَعۡمَـٰلًا.
ٱلَّذِینَ ضَلَّ سَعۡیُهُمۡ فِی ٱلۡحَیَوٰةِ ٱلدُّنۡیَا وَهُمۡ یَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ یُحۡسِنُونَ صُنۡعًا

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” [Surat Al-Kahfi 103 – 104]

Ibadah bukanlah perkara sampingan dan sambilan.

Tujuan hidup yang utama setiap muslim ialah untuk beribadah. Ibadah itu beragam bentuknya, tak hanya sholat dan tadarus melainkan menuntut ilmu, belajar, membantu orang tua, bersedekah juga termasuk ke dalam ibadah.

Dalam menjalani kehidupan setiap muslim harus memiliki niat dan tujuan yang jelas karena ibadah adalah puncak dari tujuan hidupnya sebagai makhluk hidup.
Sebagaimana yang Allah firmankan,

ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَیَوٰةَ لِیَبۡلُوَكُمۡ أَیُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلࣰاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡغَفُورُ.

Dialah Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
[Surat Al-Mulk 2]

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi,

Allah Yang menjadikan mati dan hidup,” Allah menakdirkan hidup dan mati untuk hamba-hamba-Nya, “supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”

Yakni, siapa yang amalannya paling ikhlas dan paling benar. Allah menciptakan para hamba-Nya dan dimunculkan di alam dunia ini.

Mereka diberitahu akan dipindahkan dari alam ini. Allah memberlakukan berbagai perintah dan larangan untuk mereka dan diuji dengan berbagai keinginan hawa nafsu yang memalingkan mereka dari perintahNya. Barangsiapa yang tunduk pada perintah Allah, dan melakukan amalan baik, maka Allah akan memberinya pahala yang baik di dunia dan di akhirat.

Namun siapa pun yang condong pada hawa nafsunya dan tidak menghiraukan perintah Allah, maka akan mendapatkan balasan buruk. “Dan Dia Maha Perkasa,” Yang bagi-Nya seluruh keperkasaan, dan dengan keperkasaan itu Allah memaksa segala sesuatu dan seluruh makhlukNYa tunduk pada-Nya, “lagi Maha Pengampun,” yang mengampuni orang-orang yang melakukan keburukan, mereka yang tidak menunaikan kewajiban secara baik dan orang-orang yang berdosa khususnya, jika mereka bertaubat dan kembali kepada Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka meski sampai sebanyak kolong langit, Allah menutupi ‘aib mereka meski sepenuh bumi.

(An-Nafahat Al-Makkiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi)

Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat:

1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
2. Sesuai dengan tuntunan Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam .

Sebagaimana yang disampaikan Imam Fudhoil bin Iyadh رحمه الله, mengenai ayat,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al Mulk: 2),
“yaitu amalan yang paling ikhlas dan paling showab (sesuai tuntunan Rasulullah).”

Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima.”[Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al-Hambaly]

Syarat pertama adalah konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illa-llah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepadaNya.

Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya ta’at kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 112)

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wa huwa muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam.
Syaikhul Islam mengatakan:

“Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syariatkan, tidak dengan bid’ah.”

Sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepadaNya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta menta’ati perintahnya. Beliau telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat.

*(Al-Ubudiyah, hal. 103; ada dalam Majmu’ah Tauhid, hal. 645.)

(Dinukil dari kitab At-Tauhid jilid 1)

Wallahu a’lam

🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc✏️📚✒️.💫..