🔰 Hancurnya Dunia jika Ukurannya adalah Hawa Nafsu
📚 Benar dan tidak itu bukan dengan akal, tapi dengan bimbingan wahyu Allah melalui lisan Rasul-nya.
Karena hanya Allah yang mengetahui secara detail dan pasti kebaikan dan kejelekan di makhluk ini baik sebelum kejadian ataupun setelahnya. Allah berfirman :
وَعَسَىٰۤ أَن تَكۡرَهُوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ خَیۡرࣱ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰۤ أَن تُحِبُّوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ شَرࣱّ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Firman-nya :
فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰۤ أَن تَكۡرَهُوا۟ شَیۡـࣰٔا وَیَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِیهِ خَیۡرࣰا كَثِیرࣰا.
“Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa: 19).
Dan Allah yang mengetahui, telah menyatakan secara gamblang tentang kebengkokan hawa nafsu, sehingga tidak mungkin hawa nafsu itu menjadi ukuran kebenaran sama sekali. Karena tabiat manusia itu suka mengikuti yang bisa memuaskan dirinya sendiri tanpa mempedulikan lainnya. Allah berfirman:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.
Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Al-An’âm: 119)
Dan dunia pasti hancur, jika hawa nafsu menjadi pengendali dan timbangan kebenaran. Allah berfirman :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُون
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Al Mukminun : 71)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di berkata :
“Jika seorang bertanya, Mengapa kebenaran itu tidak selalu sesuai dengan keinginan mereka agar mereka beriman dan segera tunduk?” Maka jawabannya adalah ayat di atas.
Bagaimana tidak binasa dan hancur jika yang satu berkeinginan begini, sedangkan yang satu lagi berkeinginan begitu.
Di samping itu, hawa nafsu atau keinginan mereka cenderung untuk bersenang-senang tidak memperhatikan maslahat kedepan, pengetahuan mereka terbatas, bahkan nafsu itu biasanya menyuruh kepada kejahatan dan kezaliman, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah. Oleh karena itu, jika kebenaran itu menuruti keinginan mereka tentu hancurlah dunia.
Ada pula yang mengartikan, “Bahkan Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan dan kemuliaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” Sehingga maksudnya, jika mereka mau mengikuti Al Qur’an, maka keadaan mereka menjadi tinggi, mulia dan terhormat.
Al Qur’an merupakan nikmat besar yang Allah berikan kepada hamba-Nya, namun mereka membalasnya dengan menolak dan berpaling, maka bukannya mereka menjadi tinggi dan terhormat, bahkan menjadi rendah dan terhina, lagi memperoleh kerugian.
Manusia, meskipun fitrahnya lurus, ia sangat membutuhkan bimbingan al Kitab dan As-Sunnah untuk mengetahui kebaikan. Sebab, ada saja yang tidak diketahui olehnya, sehingga suatu kebaikan dianggap sebagai kejelekan dan sebaliknya. Akhirnya penilaian pun keliru.
[ Taisir Karim Ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ]
Imam Ibnu Katsir -Semoga Allah merahmatinya- berkata, Allah berfirman :
{وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. (Al Mu’minun: 71).
Mujahid dan Abu Saleh serta As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-haq ialah Allah.
Dan makna yang dimaksud ialah bahwa sekiranya Allah menuruti kemauan hawa nafsu mereka dan mensyariatkan peraturan hukum sesuai dengan keinginan mereka.
{لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}
Pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya (Al-Mu’minun: 71)
Yakni binasa karena hawa nafsu mereka dan keinginan mereka yang berbeda-beda, seperti yang diceritakan oleh Allah dalam firman-Nya menyitir kata-kata mereka:
{لَوْلا نزلَ هَذَا الْقُرْآنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ}
Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Taif) ini. (Az-Zukhruf: 31).
Kemudian dijawab oleh Allah melalui firman selanjutnya:
{أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ}
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? (Az-Zukhruf: 32)
Dan firman Allah :
{قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لأمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الإنْفَاقِ وَكَانَ الإنْسَانُ قَتُورًا}
Katakanlah, “Kalau seandainya kalian menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan karena takut membelanjakannya.” (Al-Isra: 100), hingga akhir ayat.
{أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا}
Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (Kebajikan) kepada manusia. (An-Nisa: 53)
Dalam hal ini jelas terkandung pengertian yang menerangkan tentang ketidakmampuan manusia, perbedaan pendapat, dan keinginan hawa nafsu mereka.
Dan bahwa hanya Allah sajalah yang Maha sempurna dalam semua sifat, ucapan, perbuatan, syariat, takdir, dan pengaturan terhadap makhluk-Nya. Mahasuci Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya :
{بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ}
Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka. (Al Mu’minun: 71). Yang dimaksud dengan kebanggaan mereka adalah Al-Qur’an.
{فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ}
Tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Al Mu’minun: 71)
[Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Imam Ibnu Katsir]📌 Faedah ayat
Allah mengingatkan dalam ayat ini tentang kaidah yang penting berkaitan dengan ukuran kebenaran, yaitu seandainya Allah mengatur dan menjalankan seluruh urusan alam semesta ini berdasarkan hawa nafsu mereka, niscaya langit dan bumi serta segala yang ada pada keduanya akan hancur binasa lantaran kejahilan mereka terhadap akibat amal perbuatan mereka dan terhadap betul tidaknya suatu urusan.
Wallohu a’lam.
✒ Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc