Mutiara nasehat para Ulama Salaf.
Tidak diragukan lagi tentang keutamaan orang yang berilmu.
Allah mengangkat derajat mereka dengan kemuliaan didunia dan diakherat. Persaksian mereka disejajarkan dengan persaksian Allah dan para malaikatnya.
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلۡعِلۡمِ قَاۤىِٕمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
[Surat Ali ‘Imran: 18]
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di,
Ayat ini menunjukkan keutamaan orang-orang yang berilmu. Mereka adalah para nabi dan orang-orang berilmu lainnya dari kalangan orang-orang mukmin. Pengangkatan saksi dari kalangan orang-orang berilmu menngandung tazkiyah (rekomendasi) dan ta’dil (penyebutan sebagai orang adil) dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala, dan bahwa mereka merupakan orang-orang yang terpercaya. Perlu diketahui, bahwa kebenaran tauhid dan batilnya syirk didukung oleh dalil-dalil naqli (wahyu) maupun ‘aqli (akal), sehingga kebenarannya bagi orang-orang yang memiliki mata hati lebih jelas dan terang daripada matahari. Adapun dalil-dalil naqlinya adalah seluruh isi Al Qur’an dan As Sunnah terdapat perintah mentauhidkan Allah dan menguatkannya, mencintai orang-orang yang bertauhid, mencela syirk dan membenci orang-orang yang berbuat syirk. Sedangkan dalil ‘aqli di antaranya:
(Taisir Karim Ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di)
Sedangkan sifat hilm (lembut) ialah kemampuan seseorang untuk menahan amarahnya.
Orang yang memiliki sifat hilm diberikan keburuntungan yang besar oleh Allah, yaitu ia akan terhindar dari akibat buruk amarahnya, dia akan terhindar dari godaan setan untuk mempermainkan dirinya, bahkan Allah akan beri cahaya dalam pemikirannya sehingga ia bisa menimbang segala sesuatu dengan adil dan bijak.
Sifat ini, sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada salah seorang sahabatnya,
إِنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ
”Sesungguhnya kamu mempunyai dua akhlak yang sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya, yaitu sifat al-hilm (mampu menahan emosi) dan al-anah (sikap tenang dan tidak tergesa-gesa).”
(HR.Muslim)
Oang yang berilmu wajib menghiasi dirinya dengan akhlak, sebab tanpa akhlak, ilmu yang didapat tak akan memiliki faedah sama sekali. Kepandaian dalam bidang keilmuan tertentu tak akan bisa memberi manfaat secara maksimal jika tak diiringi dengan akhlak yang mulia, sebab akhlak adalah ruh utama untuk kebermanfaatan ilmu.
(Syarh Al-Hilyah Fii Thalabul Ilmi, Syaikh Ibnu Shalih Al-‘Utsaimin)
Dan seorang yang dianugerahi keluasan ilmu dan diberikan anugerah sifat hilm (lembut) sungguh telah diberikan sifat mulia yang sempurna.
Betapa tingginya kedudukan lemah lembut dibanding akhlak-akhlak terpuji lainnya. Dan orang yang memiliki sifat ini pantas baginya untuk mendapatkan pujian dan pahala yang besar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Bila sifat lemah lembut ini ada pada seseorang dan menghiasi dirinya maka akan menjadi indah dalam pandangan manusia dan lebih dari itu dalam pandangan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya jika memiliki sifat yang kasar, angkuh, dan keras hati niscaya akan menjadikan dirinya jelek dan tercela di hadapan manusia.”
(Bahjatun Nazhirin, 1/683)
Iblis pun merasa kepayahan tatkala berhadapan dengan seorang berilmu dan memiliki sifat yang lembut.
قال إبراهيم ابن أدهم رحمه الله:
كان يقال ليس شيء أشد على إبليس من العالم الحليم، إن تكلم تكلم بعلم، وإن سكت سكت بحلم.
(حلية الأولياء وطبقات الأصفياء، لأبي نعيم الأصبهاني : ص. ١٧)
درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)
Berkata Imam Ibrahim bin Adham رحمه الله,
Dikatakan bahwa tidak ada yang lebih berat bagi iblis untuk mengganggunya melebihi pada seorang alim yang punya sifat lembut. Jika dia berbicara maka berbicaranya dengan ilmu dan jika dia diam maka diamnya dengan sifat kelembutan.
(Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqathul Asfhiya’Abu Nu’aim Al-Asbahany: h. 17)